Cerita Pendek Singkat - Suara dari Hati
"Ayu berasal dari keluarga sederhana, ayahnya petani dengan tanah tak seberapa, ibunya berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari."
Ayu memungut bulir-bulir pasir yang hangat, angin senja menusuk-nusuk pipinya di bawah pohon beringin tua. Pandangannya menerawang ke cakrawala jingga, di mana mimpi dan bayang-bayang masa depan berbaur. Dokter. Ya, sejak kecil itu cita-citanya. Bukan karena prestisenya, tapi karena ingin meringankan derita, ingin sembuhkan jiwa-jiwa yang merintih.
Tapi mimpinya terasa berat. Ayu berasal dari keluarga sederhana, ayahnya petani dengan tanah tak seberapa, ibunya berjuang memenuhi kebutuhan sehari-hari. Biaya sekolah kedokteran bagai bintang di siang bolong, jauh dan nyaris tak terjangkau. Rasa putus asa kerap menusuk hatinya, tapi setiap kali itu, suara lembut berbisik di lubuk jiwanya, "Ayu, kamu bisa. Teruslah berjuang."
Suara itu adalah suaranya sendiri, suara hati yang tak pernah padam. Ayu ingat nasihat ibunya, "Anakku, dengarkanlah suaramu sendiri. Dia teman sejatimu, pandumu dalam gelap." Dan Ayu pun mendengarkan.
Dia belajar dengan keras, mencuri waktu di sela-sela membantu ibunya dan ayahnya. Buku adalah teman malamnya, lampu minyak temaram menemani langkahnya menuju cita-cita. Dia tak hanya berprestasi di sekolah, tapi juga aktif di kegiatan sosial, mengobati luka fisik dan jiwa di puskesmas kecil desa.
Hidup memang tak selalu mudah. Ada cemooh, ada keraguan, tapi suaranya sendiri semakin kencang. "Percayalah, Ayu," katanya. "Setiap langkahmu bermakna." Dan Ayu percaya.
Suatu hari, pengumuman beasiswa kedokteran mengubah hidupnya. Ayu terpilih! Air mata haru tak terbendung, suara ibunya di telepon bergetar gembira, "Lihat, Nak, suaramu membawamu terbang!"
Perjalanan belajar tak mudah, tapi tekad Ayu bagai baja. Dia berhasil, bukan hanya lulus, tapi menjadi dokter yang berprestasi. Kini, di ruang praktiknya yang sederhana, Ayu tak hanya menyembuhkan tubuh, tapi juga menguatkan hati para pasiennya.
Ayu tak pernah lupa suaranya hatinya sendiri. Suaranya yang membawanya terbang tinggi, suaranya yang menuntunnya melewati gelap. Dan kini, suara itu berbisik lagi, "Ayu, masih banyak yang membutuhkan cahaya. Teruslah bersinar."
Ayu tersenyum, matanya berkaca-kaca. Dia akan terus menjadi dokter, menerangi ruang-ruang duka dengan cahaya suaranya sendiri.