System

Pena Imajinasi

"Coretan tinta hitam berkejaran di atas kertas putih, membentuk coretan-coretan tak beraturan yang entah apa maknanya "

2 min read

Cerita Pendek Singkat - Pena Imajinasi

Matahari sore menjilat-jilat ujung pena di tanganku. Coretan tinta hitam berkejaran di atas kertas putih, membentuk coretan-coretan tak beraturan yang entah apa maknanya. Frustasi. Sekali lagi aku menghela napas, menatap tumpukan kertas di sebelahku yang sudah bernasib sama.

"Nggak apa-apa, Nay," suara nenekku memecah keheningan. Ia duduk di kursi goyang tua di sampingku, mengayunkan tubuhnya pelan-pelan. "Menulis itu nggak harus selalu sempurna, kok."

Aku melirik nenekku, kerut-kerut di wajahnya seperti peta pengalaman hidup yang tak terduga. "Tapi aku pengen jadi penulis, Nek. Penulis yang ceritanya bisa bikin orang ketawa, nangis, sama mikir."

Nenekku tersenyum, giginya yang ompong mengintip. "Kamu pasti bisa, Nay. Tapi ingat, menulis itu bukan lomba lari. Nggak perlu buru-buru sampe garis finish."

Aku bingung. "Maksudnya gimana, Nek?"

Nenekku mengambil pena, ujungnya menyentuh telapak tanganku. "Setiap orang punya jalan sendiri, Nay. Jalanmu mungkin nggak lurus, mungkin penuh coretan-coretan nggak jelas kayak di kertasmu ini. Tapi percayalah, coretan-coretan itu bakal membentuk cerita yang unik. Ceritamu sendiri."

Aku memperhatikan pena di tanganku. Ujungnya runcing, siap menari di atas kertas. Tapi mungkin nenekku benar. Apa aku terlalu terpaku pada garis finish? Terlalu ingin cerita yang sempurna?

"Jadi, Nek, aku harus gimana?"

Nenekku terkekeh. "Gini, Nay. Tutup mata kamu, terus rasain. Rasain angin yang ngelus-ngelus rambutmu, suara burung yang nyanyi di pohon, detak jantungmu sendiri."

Aku memejamkan mata, membiarkan sensasi-sensasi itu mengisi diriku. Angin sepoi membawa aroma bunga melati, kicau burung bersahutan, denyut jantungku berirama seperti gendang.

"Nah, sekarang buka matamu," kata nenekku. "Apa yang kamu lihat?"

Aku membuka mata. Kertas kosong di depanku tampak berbeda. Tiba-tiba, coretan-coretan tak beraturan tadi berubah menjadi garis-garis tipis, seperti sketsa awal sebuah lukisan.

"Nek, kayaknya aku ngerti sekarang," bisikku, meraih pena dengan semangat baru.

"Ngerti apa, Nay?"

"Ngerti kalau menulis itu bukan lomba lari," kataku, senyum mengembang di wajahku. "Ini kaya petualangan, Nek. Nggak ada jalan yang bener atau salah, yang ada cuma cerita yang menunggu diceritain."

Nenekku ikut tersenyum, matanya berbinar. "Nah, itu baru cucuku, Nay. Sekarang, ayo kita petualangan!"

Dan begitulah, petualangan itu dimulai. Pena di tanganku menari, menorehkan cerita tentang angin, burung, dan detak jantung. Coretan-coretan tak beraturan menjadi kalimat, kalimat menjadi paragraf, dan paragraf menjadi cerita. Cerita yang mungkin tak sempurna, tapi unik, seperti coretan-coretan pena Imajinasi 

Daftar Isi 

  1. Jejak-jejak Komet Biru
  2. Bisikan Bunga Sakura
  3. Melodi Matahari Senja
  4. Senja Terakhir Di Pantai
  5. Kecepatan Cahaya
  6. Suara dari Hati
  7. Lorong Waktu
  8. Pena Imajinasi
  9. Pertemuan Misterius
Komentar